![]() |
| Foto Penulis: Suaedy yang biasa disapa Bang Uda Gedys Bima. |
Oleh : Suaedy, S. Pd
Keberhasilan para peserta LASQI meraih juara di tingkat Nasional bukanlah peristiwa biasa. Di balik raihan tersebut tersimpan kerja keras, disiplin, doa, serta semangat melestarikan seni Islami yang telah lama menjadi bagian dari jati diri masyarakat. Namun, dalam konteks pembangunan sumber daya manusia dan kebudayaan daerah, prestasi ini tidak boleh berhenti pada euforia seremoni dan simbol trofi semata. Inilah momentum emas yang seharusnya dijadikan titik awal pembinaan jangka panjang yang terarah dan bermartabat.
Selama ini, masih sering kita melihat prestasi anak daerah yang bersinar sesaat, lalu redup perlahan karena tidak adanya sistem pembinaan yang berkelanjutan. Hal seperti inilah yang harus dihindari dalam konteks para juara LASQI. Mereka bukan sekadar peserta lomba yang berhasil menaklukkan panggung nasional, tetapi merupakan aset kultural yang memiliki potensi besar untuk dibentuk menjadi ikon seni qasidah dan duta budaya daerah di masa depan. Mereka adalah wajah lembut dari dakwah, harmoni antara seni dan nilai-nilai keislaman.
Pembinaan ideal bagi para juara ini seharusnya mencakup aspek yang lebih luas dan strategis. Mereka perlu dipersiapkan menjadi pelatih bagi generasi muda di sekolah, pesantren, dan komunitas seni. Dari tangan merekalah nantinya akan lahir regenerasi yang kuat, sehingga seni qasidah tidak hanya hidup di panggung lomba, tetapi berdenyut di ruang-ruang pendidikan dan kehidupan masyarakat. Lebih jauh, mereka juga layak diarahkan untuk tampil dalam forum nasional, acara keagamaan berskala besar, hingga festival seni Islam tingkat internasional.
Titik akhir dari proses ini bukan semata menghasilkan juara lomba baru, tetapi melahirkan figur-figur inspiratif. Sosok yang bukan hanya mahir dalam olah vokal dan musikalitas, tetapi juga memiliki kepribadian yang matang, etika panggung yang terpuji, dan akhlak yang mencerminkan nilai-nilai Islami. Mereka diharapkan menjadi pelestari seni qasidah di daerah, sekaligus menjadi duta seni Islami NTB dan Kota Bima yang mampu membawa pesan damai, persatuan, dan keindahan Islam ke ruang yang lebih luas.
Lebih dari itu, pembinaan serius dapat membuka jalan profesional bagi mereka. Dunia seni religi sejatinya memiliki ruang yang luas, mulai dari industri rekaman religi, event organizer keagamaan, pendidikan seni Islami, hingga diplomasi budaya. Jika diarahkan dengan baik, para juara LASQI ini dapat tumbuh menjadi profesional yang hidup dan berkarya secara terhormat di bidang seni religi, sekaligus mengharumkan nama daerah di tingkat nasional dan internasional.
Sebaliknya, jika dibiarkan tanpa arah, prestasi sebesar ini berpotensi menjadi cerita usang yang hanya tersimpan dalam arsip dan kenangan. Piala berdebu di lemari, sementara semangat para juara perlahan memudar karena tidak adanya ruang aktualisasi yang berkelanjutan. Ini bukan semata kerugian bagi individu, tetapi kerugian besar bagi daerah yang kehilangan kesempatan emas untuk membangun identitas budaya yang kuat.
Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama antara pemerintah daerah, lembaga seni, dunia pendidikan, dan masyarakat untuk menjadikan prestasi LASQI sebagai gerbang lahirnya generasi seniman religi yang unggul dan berkarakter. Prestasi telah diraih dengan kerja keras, kini tanggung jawab moral kita adalah memastikan bahwa prestasi itu tumbuh, berkembang, dan memberi dampak jangka panjang.
Juara sejati bukan hanya mereka yang berdiri di podium, melainkan mereka yang mampu menyalakan obor inspirasi bagi generasi setelahnya. Dan para juara LASQI hari ini, sejatinya sedang berdiri di ambang perjalanan besar menuju peran itu. (***)
Penulis adalah Pengurus LASQI NJ Kota Bima sebagai Ketua Bidang Festival.

COMMENTS