Aksi damai bela merah putih didepan Polres Bima Kota Rabu (24/06/2020) siang. |
Kota Bima, Tupa News. - Masyarakat Kota Bima khususnya masyarakat Pendidikan sangat menyesalkan terjadinya insiden pelecehan berupa pelemparan Bendera Merah Putih oleh oknum Massa aksi di kediaman Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE wilayah Kelurahan Rabadompu Barat Kecamatan Raba Kota Bima.
Aksi tak terpuji dan tak beradab tersebut merupakan catatan sejarah kelam yang pertama kali di Dana Mbojo Dana Mbari ini. Padahal, berdasarkan ijin yang diberikan aksi penyampaian aspirasi tersebut hanya diarahkan pada tiga titik lokasi yakni Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, Kantor DPRD Kota Bima dan Kantor Malpores Bima Kota (Gunung Dua).
Adapun kronologis peristiwa memalukan itu bermula dari konvoi massa yang mendatangi kediaman Walikota Bima HM. Lutfi dan melakukan serangkaian tindakan anarkis dan destruktif seperti, pelemparan duplikasi keranda mayat, pengerusakan kaca mobil tangki air, pencekikan leher sopir (Penganiayaan) dan pelemparan Bendera Merah Putih.
Bagi masyarakat pendidikan, Bendera Merah Putih adalah Lambang dan Identitas Bangsa dan Negara Republik Indonesia (lihat : Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009). Seluruh komponen Sekolah setiap hari Senin dan perayaan Hari Besar dan bersejarah lainnya melaksanakan upacara Bendera Merah Putih dengan penuh hikmat dan bersahaja. Pada saat sang Merah Putih dikibarkan, seluruh peserta upacara memberikan penghormatan yang dipimpin oleh Pemimpin Upacara sambil regu penyanyi menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Hal inipun berlaku bagi siapa saja yang akan melintasi dan menyaksikan pengibaran tersebut, haruslah berhenti sejenak dan memberi penghormatan kepada sang Merah Putih, jelas seorang Kepala Sekola (Kepsek) yang enggan disebutkan namanya.
Ditempat terpisah, menurut salah seorang Pemerhati Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan yang biasa akrab dipanggil Bang DheeDee menerangkan bahwa, bagi kami masyarakat pendidikan, penghormatan kepada sang Merah putih adalah sebuah obligasi dan harga mati. Sang Merah putih itu bersifat sakral. Pada saat dibawa dan dikibarkan, tidak boleh menyentuh tanah air dan benda-benda lainnya. Bahkan, penggunaan bendera kebangsaan ini haruslah dirawat dan dipelihara sedemikian rupa agar tidak mudah kotor dan terkoyak. Hal ini bersifat indisputable (Tidak terbantahkan lagi) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 pada pasal 21 ayat 1, tutur Bang DeeDee ini.
Selain itu, salah seorang siswa bernama Abdullah (Samaran) mengingatkan pada media ini. Abang-abang, tidak ingatkah peristiwa sejarah 10 November 1945 atau perjuangan rakyat Bima (Peristiwa Ngali) yang biasa kita pelajari dan peringati sebagai hari Pahlawan dimana rakyat tua, muda, kaya-miskin, laki-perempuan bahu membahu mengangkat senjata apa adanya, melakukan perlawanan sengit hingga menyebabkan raga mereka bersimbah darah dan bahkan banyak diantara mereka meregang nyawa saat mengibarkan bendera merah putih, ujar Abdullah sambil meneteskan airmata menahan rasa haru yang menyesakan dadanya.
Semoga peristiwa pelemparan Bendera Merah Putih adalah yang pertama sekaligus yang terakhir di Dana Mbojo ini. Marilah kita merawat Negeri dan Bangsa ini dengan mempelajari dan memahami sejarah. Proklamtor kita, Bapak Soekarno, pernah berkata bahwa Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, dan salah satu bentuk apresiasinya adalah dengan menghormati Sang Merah Putih. Merdeka !!!. (Red. TN)
COMMENTS