
1 Muharram bukan sekadar angka awal dalam penanggalan Hijriyah. Ia adalah gema spiritual dari peristiwa besar: hijrah Rasulullah ﷺ dari Makkah ke Madinah. Dalam detik-detik itulah, sejarah Islam mengalami transisi agung, dari fase Dakwah Makiyah yang penuh tekanan menuju Dakwah Madaniyah yang melahirkan sistem sosial-politik Islam yang beradab, bermartabat, dan penuh rahmat. Ini bukan hanya hijrah geografis, tapi juga hijrah ideologis, hijrah sistemik—dari kejumudan kepada peradaban.
Fase Dakwah Makiyah adalah fondasi aqidah. Rasulullah ﷺ menanamkan tauhid, membentuk pribadi yang kokoh walau minoritas, memperkenalkan konsep keesaan Allah di tengah masyarakat jahiliyah. Lalu, dalam fase Madaniyah, tauhid ini menjelma menjadi sistem kehidupan, menyatukan umat dalam satu entitas politik: Daulah Islamiyah pertama.
Kepemimpinan dalam Islam: Dari Nubuwah ke Khilafah
Dalam sejarah Islam, kepemimpinan bukan perkara duniawi belaka, melainkan kelanjutan misi kenabian. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Bani Israil dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, digantikan oleh nabi lainnya. Tapi setelahku tidak ada nabi lagi, akan ada para khalifah, dan jumlah mereka banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para sahabat memahami bahwa kekosongan kenabian harus diisi oleh kepemimpinan politik yang tetap menegakkan hukum Allah dan memelihara persatuan umat. Maka berdirilah Khulafaur Rasyidin, lalu dinasti-dinasti Islam seperti Umayyah, Abbasiyah, dan terakhir Turki Utsmani yang runtuh pada 1924—seratus tahun silam. Sejak saat itu, umat Islam tercerai-berai dalam batas-batas nasionalisme buatan kolonial, kehilangan satu payung kepemimpinan global yang mempersatukan.
Hijrah: Kesepakatan Umat dalam Perbaikan Aqidah dan Sosial
Hijrah adalah buah dari musyawarah dan kesepakatan antara Rasulullah ﷺ dengan para sahabat serta tokoh-tokoh Madinah. Mereka mengakui bahwa perbaikan umat tak mungkin tercapai tanpa kesatuan dan perlindungan. Maka berdirilah masyarakat Madani yang bukan hanya kuat secara ruhiyah, tapi juga politik, ekonomi, dan militer. Inilah bentuk awal dari perjanjian sosial Islam: bahwa perubahan harus berlandaskan aqidah yang kokoh dan struktur yang mampu melindunginya.
Realita Umat dan Ancaman Ulama Su’
Rasulullah ﷺ tidak terlalu khawatir terhadap Dajjal dan fitnahnya, sebab itu sudah jelas bagi umat yang memahami ilmu. Namun yang paling ditakutkan beliau adalah munculnya ulama su’, para pemuka agama yang menjual ayat demi kepentingan penguasa. Mereka adalah bagian dari ghazwul fikri—serangan pemikiran—yang justru menghancurkan dari dalam. Mereka membungkam seruan kebenaran, membela kezaliman, dan menyesatkan umat dengan tafsir yang menjauh dari maqashid syari’ah.
Isu Kontemporer dan Relevansi Khilafah
Kini, dunia Islam dihadapkan pada beragam krisis:
Palestina terus berdarah, karena tidak ada kekuatan negara-negara Muslim yang benar-benar mampu bertindak.
Ribuan Muslim Rohingya, Uighur, dan Kashmir menderita tanpa perlindungan politik yang memadai.
Sistem kapitalisme global menjerat ekonomi umat, memaksa riba menjadi arus utama.
Krisis moral generasi muda, terpapar liberalisme, sekularisme, dan ideologi gender yang mengikis identitas mereka.
Sistem pendidikan Islam dijauhkan dari ruh tauhid, menjadikan ilmu sekadar alat dunia, bukan jalan menuju Allah.
Semua ini berakar dari satu problem: tidak adanya institusi kepemimpinan global yang menyatukan, melindungi, dan menegakkan syariat.
Seruan Menuju Persatuan Global di Bawah Khilafah
Kini, 1 Muharram bukan hanya momentum peringatan. Ia adalah panggilan sejarah dan spiritualitas. Seratus tahun lebih umat hidup dalam vakum politik Islam. Maka sudah waktunya umat kembali bersatu dalam satu barisan, di bawah satu panji, satu pemimpin: khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Bukan untuk ambisi politik duniawi, tetapi demi memulihkan martabat Islam, menegakkan keadilan, melindungi yang lemah, dan menyatukan seluruh kaum Muslimin dalam ukhuwwah global. Sebagaimana dahulu para sahabat rela berhijrah dan berkorban demi Islam, maka kini saatnya kita berhijrah secara kolektif, dari keterpecahan menuju kesatuan, dari keterasingan menuju kekuatan. [***]
COMMENTS