Oleh : Haryanto, S. Pd.I, M. Pd
(ASN Bagian Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Bima)
Tahun 2045 akan menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia. Saat itu, Indonesia genap berusia 100 tahun. Dalam visi besar Indonesia Emas 2045, negara ini diharapkan menjadi bangsa maju, mandiri, dan berdaya saing global. Cita-cita besar ini tidak akan tercapai tanpa menyiapkan generasi yang akan memimpin di masa depan, yaitu generasi emas.
Siapakah generasi emas itu? Mereka adalah generasi Z yang saat ini tengah mengenyam pendidikan. Generasi yang lahir dan tumbuh di tengah kecanggihan teknologi digital, terbiasa dengan kecepatan informasi, dan memiliki gaya hidup yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Meski penuh potensi, generasi ini juga menghadapi tantangan besar: krisis identitas, minimnya nilai-nilai spiritual, dan lunturnya karakter akibat pengaruh globalisasi yang begitu masif.
Di sinilah pendidikan Islam mengambil peran sentral. Lembaga pendidikan Islam, khususnya pondok pesantren, memiliki tanggung jawab strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual, berakhlak mulia, serta siap menghadapi tantangan zaman.
Pondok pesantren Sebagai lembaga yang telah berakar kuat dalam tradisi keilmuan Islam di Indonesia, tidak sekadar menjadi tempat menimba ilmu agama, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan kepribadian. Di pesantren, para santri tidak hanya belajar tentang tauhid, fiqih, akhlak, dan Al-Qur'an, tetapi juga dilatih untuk hidup mandiri, disiplin, dan berjiwa sosial.
Pesantren dapat menjalankan fungsinya secara maksimal, diperlukan pengelolaan yang profesional dan modern. Artinya, pesantren harus dikelola dengan pendekatan manajemen yang terstruktur dan terarah, tanpa meninggalkan nilai-nilai khas Islam yang menjadi fondasinya.
Pengelolaan pesantren tidak bisa lagi bersifat tradisional semata. Kini, manajemen pendidikan Islam menjadi kebutuhan mendesak. Pengelolaan keuangan, manajemen sumber daya manusia, perencanaan program, pengembangan kurikulum, hingga strategi pemasaran lembaga pendidikan harus dilakukan dengan pendekatan sistematis. Fungsi-fungsi manajerial seperti planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan controlling (pengawasan) harus dijalankan dengan sebaik mungkin.
Dengan manajemen yang baik, setiap pesantren akan mampu berfokus pada penguatan internal lembaganya. Visi dan misi yang jelas akan menjadi panduan arah, sehingga antar-lembaga pendidikan Islam tidak saling menjatuhkan, tetapi justru saling menguatkan. Karena sejatinya, semua lembaga pendidikan Islam memiliki tujuan yang sama: mencetak generasi unggul yang berilmu, beriman, dan berakhlak mulia.
Kita tidak bisa membiarkan generasi Z tumbuh tanpa bimbingan nilai. Jika hari ini para pendidik dan pengelola lembaga pendidikan Islam, terutama pondok pesantren, tidak mengambil peran aktif, maka kita akan kehilangan momentum besar menuju Indonesia Emas 2045.
Sudah saatnya kita melihat pesantren bukan hanya sebagai lembaga tradisional, tetapi sebagai pilar masa depan bangsa. Dengan menggabungkan nilai-nilai Islam yang kuat dan pengelolaan manajemen pendidikan yang modern, pesantren akan menjadi garda terdepan dalam menyiapkan generasi emas yang siap memimpin Indonesia dengan ilmu, iman, dan akhlak.
Generasi emas tidak lahir begitu saja. Ia dibentuk, dibina, dan dibimbing dengan kesungguhan. Melalui lembaga pendidikan Islam yang dikelola secara profesional dan berlandaskan nilai-nilai luhur agama, kita yakin, Indonesia tidak hanya akan menjadi negara maju, tetapi juga berperadaban tinggi. Maka dari itu, mari kita kuatkan peran pesantren sebagai pelita peradaban menuju Indonesia Emas 2045.
Wallahu 'alam
COMMENTS