![]() |
Safira (Penulis Artikel). |
"PENINGKATAN LITERASI TRANSAKSI SYARIAH MELALUI TEKNOLOGI INFORMASI"
Oleh : Safira Ulayya
Mahasiswi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
Wabah Corona pada Tahun 2020 lalu mempunyai dampak positif dimana semua orang mau tidak mau harus mampu memanfaatkan teknologi informasi sebagai suatu media komnikasi dan juga untuk penyelesaian tugas maupun pekerjaanya. Saat ini pemerintah pusat, kepala daerah, pimpinansekolah, dan instansi lainnya menyerukan utuk semua pembelajaran, tugasdan pekerjaan dilakukan secara daring. Dampaknya,sejumlah media berbasis teknologi informasi ramai diakses oleh para dosen, mahasiswa maupun para pegawai di berbagai instansi untuk pembelajaran jarak jauh, mengerjakan tugas maupun pekerjaan dari rumah masing-masing (work from home). Kesadaran pentingnya pemanfaatan teknologi informasi ini mulai dirasakan banyak orang dan bahkan merupakan kebutuhan di saat kontak fisik sulit dilakukan. Jika kondisi seperti dikaitkan dengan pentignya akselerasi bagi perkembangan ekonomi dan dalam keuangan syariah di Indonesia, tentu pemanfaatan teknologi informasi saat ini sangat diperlukan. Melalui teknologi informasi seperti sosial media, internet, dan handphone akan memperudah masyarakat dalam mengakses produk serta jasa layanan keuangan syariah.
Berdasarkan data OJK tersebut menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap keuangan syariah masih sangat kecil dibandingkan dengan konvensional, ini menunjukkan masih rendahnya tingkat kepercayaan dan kesadaran masyarakat terhadap industri dan keuangan syariah. Rendahnya kepercayaan dan kesadaran masyarakat terhadap keuangan syariah juga disebabkan karena rendahnya indeks literasi keuangan syariah. Berdasarkan data OJK tahun 2016 ditunjukkan indeks literasi keuangan (financial literacy) syariah Indonesia adalah 8,11%. Demikian pula data OJK Tahun 2016 menunjukkan indeks inklusi keuangan (financial inclusion) syariah juga masih rendah sebesar 11,06%. Artinya masih banyak kelompok masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia yang belum dapat mengakses lembaga keuangan syariah. Indeks literasi dan indeks inklusi keuangan syariah memberikan sinyal kepada stakeholders bahwaindustri jasa keuangan syariah masih jauh dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang well literate. Masyarakat well literate dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan keuangan yang berkelanjutan (financial well being) (Haddad, 2017).
Literasi keuangan adalah suatu rangkaian proses atau kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan keyakinan (confidendence) konsumen maupun masyarakat agar mereka mampu mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberikan penekanan mengenai pentingnya inklusi finansial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari literasi finansial. Pengertian inklusi finansial sendiri adalah sebuah proses yang menjamin kemudahan akses, ketersediaan, dan penggunaan sistem keuangan formal untuk semua individu. Dengan definisi seperti ini, masyarakat perlu diberikan bekal edukasi yang memadai dan mencukupi untuk mengambil keputusan keuangan dengan lebih baik sesuai dengan apa yang mereka butuhkan dan memberikan manfaat yang lebih besar.
Untuk itu upaya pemanfaatan teknologi informasi berbasis digital ini sejalan dengan Indonesia yang tengah menyongsong era revolusi industri 4.0 yaitu era di mana perkembangan teknologi bisa diaplikasikan di berbagai aspek termasuk manufaktur dengan dukungan Artificial Intelligence (AI). Selain kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) terdapat empat teknologi lain yaitu (internet of things), human machine interface, teknologi robotik dan sensor serta teknologi percetakan tiga dimensi. Tenaga manusia digantikan dengan teknologi, mesin, robot atau kecerdasan buatan (AI). Di sini tantangan SDM untuk pengembangan industri keuangan sangat tinggi terutama kemampuan beradaptasi dalam penggunaan semua perangkat teknologi digital.
Pemanfaat teknologi informasi ini sangat penting untuk peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah sehingga market share keuangan syariah dapat ditingkatkan. Sayangnya di Indonesia akses internet dan listrik masih terasa mahal. Tidak semua konsumen punya kuota internet yang cukup untuk mengakses media digital ini dan juga perbedaan kualitas jaringan masing-masing provider internet yang digunakan. Sinyal buruk untuk akses (access), penggunaan (usage) dan kualitas (quality) dari layanan industri jasa keuangan syariah masih menjadi kendala yang harus diatasi. Dalam konteks ini diperlukan peran pemerintah bekerjasama dengan sejumlah provider internet dan industri keuangan syariah untuk memberikan subsidi pada masyarakat sehingga persoalan kuota dan jaringan ini dapat teratasi. Tantangan lainnya adalah soal SDM yang memiliki kompetensi, kreativitas dan kemampuan inovatif dalam menyiapkan konten atau materi untuk literasi keuangan syariah dan juga kemampuan inovasi dalam mendesain produk dan jasa layanan keuangan syariah berbasis digital ini. Literasi yang baik dan inklusi yang baik akan mampu membuat pangsa pasar keuangan syariah meningkat. Dengan peningkatan transaksi keuangan syariah yang tinggi maka roda pertumbuhan ekonomi dan usaha produktif masyarakat pun akan semakin tinggi dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. (***)
COMMENTS